Paradigma Psikologi Kepribadian kognitif dan behavioristik

Standar

Pengertian Paradigma

Pengertian Paradigma

Pengertian Paradigma

Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk “membandingkan”, “Bersebelahan” (para) dan memperlihatkan (deik).

Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang – mengenai realita – dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu. Secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi poko kpersoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Jadi,paradigm adalah model atau kerangka berpikir beberapa komunitas ilmuan tentang gejala-gejala dengan pendekatan fragmentarisme yang cenderung terspesialisasi berdasarkan langkah-langkah ilmiah menurut bidangnya masing-masing.

Istilah paradigma (paradigm) sebagai konsep, pertama dikenalkan oleh Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution. Paradigma merupakan terminologi kunci dalam model perkembangan ilmu pengetahuan yaitu satu set asumsi yang saling berhubungan tentang dunia sosial yang menyediakan kerangka filosofis dan konseptual untuk studi yang diselenggarakan dari dunia itu. Paradigma merupakan matriks disiplin yang meliputi umum generalisasi bersama, asumsi, nilai-nilai, keyakinan, dan contoh dari apa yang memberikan kontribusi kepentingan disiplin yang diperkenalkan Thomas Kuhn. Selanjutnya, istilah tersebut dipopulerkan oleh Robert Friedrichs. Dia adalah orang pertama yang merumuskan pengertian paradigma secara lebih jelas. Dia merumuskan paradigma sebagai suatu pandangan mendasar dan suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) yang semestinya dipelajari (a fundamental image a dicipline has of its subject matter).

Selanjutnya, George Ritzer merumuskan pengertian paradigma secara lebih jelas dan rinci. Menurut George Ritzer paradigma adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang (baca: disiplin) ilmu pengetahuan. Jadi sesuatu ilmu yang menjadi pokok persoalan, suatu cabang ilmu menurut versi ilmuwan tertentu. Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang mesti dijawab, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian paradigma itu, kita dapat rangkumkan bahwa paradigma adalah suatu kerangka konseptual, termasuk nilai, teknik dan metode, yang disepakati dan digunakan oleh suatu komunitas dalam memahami atau mempersepsi segala sesuatu. Dengan demikian, fungsi utama paradigma adalah sebagai acuan dalam mengarahkan tindakan, baik tindakan sehari-hari maupun tindakan ilmiah. Sebagai acuan, maka lingkup suatu paradigma mencakup berbagai asumsi dasar yang berkaitan dengan aspek ontologis, epistemologis dan metodologis. Dengan kata lain, paradigma dapat diartikan sebagai cara berpikir atau cara memahami gejala dan fenomena semesta yang dianut oleh sekelompok masyarakat (world view).Seorang pribadi dapat mempunyai sebuah cara pandang yang spesifik. tetapi cara pandang itu bukanlah paradigma, karena sebuah paradigma harus dianut oleh suatu komunitas.

Pengertian Psikologi Menurut Beberapa Ahli

Psikologi

Psikologi

Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya.

Psikologi juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dan proses mental. Psikologi merupakan cabang ilmu yang masih muda atau remaja. Sebab, pada awalnya psikologi merupakan bagian dari ilmu filsafat tentang jiwa manusia. Menurut plato dalam buku Psikologi Umum oleh Kartini Kartono pada tahun 1996, psikologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat, dan hidup jiwa manusia.

Jiwa secara harfiah berasal dari perkataan sansekerta JIV, yang berarti lembaga hidup (levensbeginsel), atau daya hidup (levenscracht). Oleh karena itu, jiwa merupakan pengertian yang abstrak, tidak bisa dilihat dan belum bisa diungkapkan secara lengkap dan jelas, maka orang lebih cenderung mempelajari “jiwa yang memateri” atau gejala “jiwa yang meraga/menjasmani”, yaitu bentuk tingkah laku manusia (segala aktivitas, perbuatan, penampilan diri) sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, psikologi butuh berabad-abad lamanya untuk memisahkan diri dari ilmu filsafat.

Perkataan tingkah laku atau perbuatan mempunyai pengertian yang luas sekali. Yaitu tidak hanya mencakup kegiatan motoris saja seperti berbicara, berjalan, berlari-lari, berolah-raga, bergerak dan lain-lain, akan tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berpikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi-emosi dalam bentuk tangis, senyum dan lain-lain.

Kegiatan berpikir dan berjalan adalah sebuah kegiatan yang aktif. Setiap penampilan dari kehidupan bisa disebut sebagai aktivitas. Seseorang yang diam dan mendengarkan musik atau tengah melihat televisi tidak bisa dikatakan pasif. Maka situasi dimana sama sekali sudah tidak ada unsur keaktifan, disebut dengan mati.

Pada pokoknya, psikologi itu menyibukkan diri dengan masalah kegiatan psikis, seperti berpikir, belajar, menanggapi, mencinta, membenci dan lain-lain.
Macam-macam kegiatan psikis pada umumnya dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
1) pengenalan atau kognisi,
2) perasaan atau emosi,
3) kemauan atau konasi,
4) gejala campuran.

Dalam beberapa dasawarsa ini istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti dengan istilah psikis. Ada banyak ahli yang mengemukakan pendapat tentang pengertian psikologi, diantaranya:

1. Pengertian Psikologi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990), Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat dilihat secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.

2. Pengertian Psikologi menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.

3. Pengertian Psikologi menurut Muhibbin Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.

4. Pengertian Psikologi menurut Gerbing (1999), psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku dan proses kognisi dari organism indvidu.

5. Pengertian Psikologi menurut Papalia-Olds (1985), psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental.

6. Pengertian Psikologi menurut Santrock (1991), psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental. Berupaya untuk menggmbarkan, menjelaskan dan mempredisikan perilaku.

7. Pengertian Psikologi menurut Benson (2000), psikologi adalah gabungan antara kata Psyche adalah napas kehidupan , jiwa atau ruh, pikiran, sedangakn Logos adalah kaijan, pengetahuan. Jadi psikologi adalah kajian ilmu tentang jiwa, perilaku manusia dan binatang.

Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.

Dapat diketahui bahwa pengertian psikologi merupakan ilmu tentang tingkah laku. Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang dialami dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku. Semenjak bangun tidur sampai tidur kembali manusia dipenuhi oleh berbagai tingkah laku. Dengan demikian objek ilmu psikologi sangat luas. Karena luasnya objek yang dipelajari psikologi, maka dalam perkembangannya ilmu psikologi dikelompokkan dalam beberapa bidang, yaitu:

• Psikologi Perkembangan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku yang terdapat pada tiap-tiap tahap perkembangan manusia sepanjang rentang kehidupannya.

Psikologi perkembangan

Psikologi perkembangan

• Psikologi Pendidikan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam situasi pendidikan.

Psikologi Pendidikan

PSikologi Pendidikan

• Psikologi Sosial, ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan masyarakat sekitarnya.

Psikologi sosial

Psikologi sosial

• Psikologi Industri, ilmu yang mempelajari tingkah laku yang muncul dalam dunia industri dan organisasi.

Psikologi Industri

Psikologi Industri

• Psikologi Klinis, ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang sehat dan tidak sehat, normal dan tidak normal, dilihat dari aspek psikisnya.

Psikologi klinis

Psikologi klinis

Psikologi Kepribadian Kognitif

cognitive psychology

cognitive psychology

Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.

Teori kognitif merupakan proses untuk mengetahui sesuatu atau belajar yang dipandang sebagai suatu usaha untuk memahami sesuatu. Pengertian lain menyebutkan bahwa teori kognitif merupakan cara mempersepsikan dan menyusun informasi yang berasal dari lingkungan sekitar yang dilakukan secara aktif oleh seorang pembelajar. Cara aktif yang dilakukan dapat berupa mencari pengalaman baru, memecahkan suatu masalah, mencari informasi, mencermati lingkungan, mempratekkan, mengabaikan respon-respon guna mencapai tujuan. Pada teori kognitif pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar sebelumnya sangat mempengaruhi atau menentukan terhadap perolehan pengetahuan baru dipelajari.

Adapun teori yang sangat berkaitan erat dengan teori kognitif adalah teori pemrosesan informasi karena menurut teori ini setelah proses pembelajaran ada proses pengolahan informasi di dalam otak manusia yang dimulai dari pengamatan seseorang terhadap informasi yang berada di lingkungannya, kemudian informasi tersebut diterima oleh reseptor-reseptor yang berupa simbol-simbol yang kemudian diteruskan pada registor pengindraan yang terdapat pada syaraf pusat.
Informasi yang diterima oleh syaraf pusat kemudian disimpan dalam waktu pendek. Informasi yang disimpan dalam waktu sebentar ini sebagian diteruskan ke memory jangka pendek, sedangkan yang lain hilang dari sistem. Proses pereduksian seperti ini biasa dikenal dengan persepsi selektif. Sementara memori jangka pendek atau memori kerja dan kesadaran yang kapasitas memorinya sangat terbatas, waktunya juga sangat terbatas.(Imron,1995,11)

Informasi dalam jangka pendek dapat ditransformasikan dalam bentuk kode dalam memori jangka panjang. Informasi yang baru diterima oleh memori jangka panjang akan ikut terintegrasi dengan informasi lama. Dalam memori jangka panjang bertahan lama dan dipersiapkan untuk digunakan di kemudian hari. Pengeluaran informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan cara pemanggilan kembali informasi dengan keadaan pikiran dalam sadar yang kemudian informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek. Sementara untuk respon otomatis informasi mengalir dari memori jangka panjang ke generator respon selama pemanggilan. Setiap orang berbeda dalam pengambilan informasi ,melalui gaya kognitif , perbedaan ini bukanlah cerminan dari tingkat kecerdasan seseorang atau pola-pola kemampuan khusus, tetapi ada kaitannya dengan cara memproses dan menyusun informasi dan cara orang menstimulus lingkungan.

Contohnya orang-orang tertentu cenderung bereaksi sangat cepat sementara orang-orang tertentu cenderung bereaksi sangat lambat.
Dalam proses pembelajaran sering kali gaya kognitif itu dianggap terletak di perbatasan antara antara kecerdasan dan sifat-sifat pribadi padahal gaya kognitif itu adalah gaya berfikir dan mungkin juga dipengaruhi oleh kecerdasan, selain itu gaya kognitif juga mempengaruhi hubungan-hubungan sosial dan sifat-sifat pribadi (Dimyati,1989. 117).

A. Teori kepribadian kognitif

1. Jean Piaget (1896-1980)

Jean Piagetterkenal dengan teori kognitifnya yang berpengaruh penting terhadap perkembangan konsepkecerdasan. Psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980 ini pada awalnya lebih tertarik pada bidang biologi dan filsafat khususnya epistemologi. Namun dalam perjalanan karirnya sebagai peneliti di Binet Testing Laboratory di Paris, Piaget lebih fokus pada bidang psikologi Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek strukturintelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata,melainkan hasil interaksi diantara keduanya. Jean Peaget mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi). Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Piaget memakai istilah scheme dengan istilah struktur. Scheme adalah polatingkah laku yang dapat diulang . Scheme berhubungan dengan :
1. Refleks-refleks pembawaan: misalnya bernapas, makan, minum.
2. Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. (polatingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapatdiamati).

2. Lev Vygotsky (1896-1934)

Lev Vygotsky Menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah.
– Orientasi umum teori:

1. Child-in-activity-in context is the unit of study
anak & lingkungan tidak terpisah dalam berinteraksi, anak berperilaku dengan cara tertentu sebab mereka mempunyai kebutuhan & tujuan.

2. Zone of proximal development
• Merupakan jarak antara level perkembangan anak yg aktual ditentukan oleh kemampuan problem solving yg independen & level perkembangan potensial yg lebih tinggi yg ditandai dengan adanya bimbingan orang dewasa atau dengan bekerjasama dengan teman sebaya untuk menyelesaikan masalahnya.
• Orang-orang yg kompeten yg bisa membantu anak untuk mencapai tempat yg diinginkan melalui proses-proses diskusi, modelling, penjelasan, ikut berpartisipasi dll.
• Orang dewasa membantu anak untuk membangun potensinya mencapai kompetensi yg lebih tinggi

3. Heider

Heider mengemukakan bahwa dorongan manusia untuk mencari atribusi dari suatu gejala atau perilaku orang lain disebabkan karena dua motif yang sangat kuat pada manusia, yaitu : (1) kebutuhan mengerti keadaan lingkungan sekelilingnya, dan (2) kebutuhan untuk sampai batas tertentu dapat mengendalikan lingkungannya. Karena itu, setiap perilaku akan diberi salah satu dari dua kemungkinan atribusi, yaitu internal dan eksternal.

4. R. Selman

Selman meneliti tingkat-tingkat kemampuan pengambilan peran pada berbagai usia, menggunakan kasus yang mengandung dilema untuk dipecahkan oleh seorang anak. Untuk mengetahui kemampuan pengambilan peran dari respondennya, selman mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang kasus tersebut. Dari jawaban-jawaban yang diberikan, Selman menggolomgkan lima tahap kemampuan pengambilan peran sebagai berikut :
1. Tahap 0 (egosentris) : anak pada tahap ini belum tahu bahwa ada pandangan lain di luar pandangannya sendiri.

2. Tahap 1 (pengambilan peran sosial-informasional sekitar 6-8 tahun) : sudah mulai ada kemampuan untuk menyadari adanya perbedaan pandangan.

3. Tahap 2 (pengambilan peran sebagai ungkapan diri sekitar 8-10 tahun) : kemampuan mengerti bahwa mungkin saja terjadi perbedaan pandangan walaupun informasinya sama.

4. Tahap 3 (pengambilan peran yang setara sekitar 10-12 tahun) : anak sudah bisa menempatkan dirinya sebagai pihak ketiga yang tidak langsung berkepentingan, tetapi dapat membaca pikiran orang-orang yang bersangkutan dengan kasus itu.

5. Tahap 4 (pengambilan peran menurut sistem sosial dan konvensional sekitar 12-15 tahun) : anak remaja yang sudah dapat mengukur pandangan orang lain berdasarkan pandsngan atau norma baku yang berlaku dalam masyarakat.

5. Lawrence Kohlberg (Teori Penalaran Kognitif Perkembangan Moral)

Kohlberg mengusulkan teori penalaran perkembangan moral. mengajukan dilema moral – sebuah situasi dimana tidak ada jawaban yang benar maupun salah & meminta subyek untuk memberikan alasan tentang respon respon subyek terhadap situasi tersebut.
– Tingkat perkembangan moral:

1. Preconventional Moralitym : mencakup tingkat hukuman & kepatuhan & tingkat penalaran egoistik naif.

2. Conventional Morality : mencakup orientasi manusia & tingkat kepatuhan/keteraturan sosial & instsitusi

3. Post conventional Morality : meliputi tingkat penalaran moral yang legalistik & orientasi dari tingkat hati nurani & prinsip-prinsip.

B. Empat aspek perkembangan kognitif

perkembangan kognitif

1. Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf;
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.

2. Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya;
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.

3. Interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial,
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.

4. Ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri (ekuilibrasi), mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.

C. Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif

perkembangan-kognitif

1. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.

2. Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperolehmanfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membukakemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasisecara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatanyang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajarsendiri.

3. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapatmemacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.

D. Dua Aspek Adaptasi

1. Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya.

2. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.

E. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif

tahap perkembangan kognitif

tahap perkembangan kognitif

1. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll.

2. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.

3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.

4. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwa berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.

F. Konsep-konsep Perkembangan Kognitif

1. Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat diipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah dari ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri. Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak.

2. Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah istilah terkait perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak.Dialog adalah alat yang penting dalam ZPD. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis, logis dan rasional.

3. Bahasa dan Pemikiran
Menurut Vygotsky, anak menggunakan pembicaraan bukan saja untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini menggunakan bahasa unuk merencanakan, membimbing, dan memonitor perilaku mereka. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada awalnya berkembang terpisah dan kemudian menyatu. Anak harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan ke dalam pikiran-pikiran mereka sendiri. Anak juga harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan bahasa untuk jangka waktu yang lama sebelum mereka membuat transisi dari kemampuan bicara ekternal menjadi internal.

Psikologi Kepribadian Behaviorisik

psikologi-behavioristik-1-728

Hakekat dari kepribadian manusia adalah perilakunya yang dibentuk berdasarkan hasil pengalaman. Pengalaman tersebut diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya. Kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan perkembangan tingkah laku dalam hubungannnya yang terus menerus dengan lingkungannya. Dengan demikian kepribadian dalam pandangan behavioristik merupakan cerminan dari pengalamannya akibat proses belajar. Behavioristik adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi. Behavioristik merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam.

Behavioristik lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behavioristik tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behavioristik sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental.

Behavioristik ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behavioristik memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif. Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi, sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.

Fungsionalisme menjadi dasar bagi behavioristik melalui pengaruhnya pada tokoh utama behavioristik, yaitu Watson. Watson adalah murid dari Angell dan menulis disertasinya di University of Chicago. Dasar pemikiran Watson yang memfokuskan diri lebih proses mental daripada elemen kesadaran, fokusnya perilaku nyata dan pengembangan bidang psikologi pada animal psychology dan child psychology adalah pengaruh dari fungsionalisme. Meskipun demikian, Watson menunjukkan kritik tajam pada fungsionalisme.

A. Prinsip Aliran Behaviorisic

1. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak.

2. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.

3. Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.

4. Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.

5. Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.

6. Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan. Terhadap aliran behaviorisme ini, kritik umumnya diarahkan pada pengingkaran terhadap potensi alami yang dimiliki manusia. Bahkan menurut pandangan ini, manusia tidak memiliki jiwa, tidak memiliki kemauan dan kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri.

B. Tokoh-Tokoh Behavioristik Di Antaranya :

1. John B. Watson

John Watson

John Watson

Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan.
Tiga prinsip dalam aliran behavioristik :
(1) menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.

(2) Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.

(3). Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.

2. B.F. Skinner

B.F. Skinner

B.F. Skinner

”Behaviorisme”, sebutan bagi aliran yang dianut Watson, turut berperan dalam pengembangan bentuk psikologi selama awal pertengahan abad ini, dan cabang perkembangannya yaitu psikologi stimulus-respon yang masih tetap berpengaruh. Hal ini terutama karena hasil jerih payah seorang ahli psikologi dari Harvard, B.F. Skinner. Psikologi stimulus-respon mempelajari rangsangan yang menimbulkan respon dalam bentuk perilaku, mempelajari ganjaran dan hukuman yang mempertahankan adanya respon itu, dan mempelajari perubahan perilaku yang ditimbulkan karena adanya perubahan pola ganjaran dan hukuman. Skinner, berpendapat kepribadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu .

Meskipun pembawaan genetis turut berperan, kekuatan-kekuatan sangat menentukan perilaku khusus yang terbentuk dan dipertahankan, serta merupakan khas bagi individu yang bersangkutan. Dalam sebuah karyanya, Skinner membuat tiga asumsi dasar, yaitu:
(1) Perilaku itu terjadi menurut hukum (behavior can be controlled)

(2) Skinner menekankan bahwa perilaku dan kepribadian manusia tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme psikis seperti Id atau Ego

(3) Perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual.

Kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia, kecuali insting, adalah hasil belajar. Kaum behavioris sangat mengagungkan proses belajar, terutama proses belajar asosiatif atau proses belajar stimulus-respon, sebagai penjelasan terpenting tentang tingkah laku manusia. Para pendahulu aliran pemikiran ini adalah Isaac Newton dan Charles Darwin. Tokoh-tokoh lainnya yaitu Edward Thorndike, Clark Hull, John Dollard, Neal Miller, dan masih banyak lagi lainnya.

C. Teori Belajar Behaviorisik

behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.

Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
(1) Reinforcement and Punishment;
(2) Primary and Secondary Reinforcement;
(3) Schedules of Reinforcement;

D. Teori Belajar Dari Behavioristik Tentang Mekanisme Modifikasi Perilaku

1. Teori belajar klasik (Classical Conditioning)
Eksperimen teori belajar klasik pertama kali dikemukakan oleh Ivan Pavlov dengan anjing sebagai obyek eksperimennya. Dari hasil eksperimen tersebut dapat diketahui bahwa suatu perilaku terjadi karena adanya asosiasi antara perilaku dengan lingkungannya. Menurut Pavlov, lingkungan merupakan variabel tunggal penentu tingkah laku individu.

Adapun klasifikasi lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku antara lain:
Unconditioning Stimulus (UCS) yakni stimulus yang tidak dipelajari.
Conditioning Stimulus (CS) yakni stimulus yang dikondisikan (dipelajari).

2.Teori belajar operan (Operant Conditioning)
Teori belajar operan ini mula-mula dikemukakan oleh E.L. Thorndike dan kemudian dikembangkan oleh B.F. Skinner. Skinner menyatakan bahwa perilaku individu akan terbentuk, dipertahankan, dikurangi dan dihilangkan jika ada konsekuensi yang menyertainya. Konsekuensi yang dimaksud adalah ganjaran (reinforcement) dan hukuman.

Skinner melakukan eksperimennya dengan obyek tikus dan merpati. Dari hasil penelitian tersebut memberi gambaran bahwa perilaku akan terbentuk dan dipertahankan jika diberi ganjaran. Sebaliknya perilaku akan berkurang dan hilang jika diberi hukuman. Secara general menurut Skinner bahwa pribadi manusia dapat mempengaruhi tingkah lakunya melalui manipulasi lingkungan.

3.Teori belajar dengan mencontoh (Observasional Learning)
Teori belajar dengan mencontoh atau meneladani ini dipelopori oleh Albert Bandura yang mengemukakan social learning theory. Menurutnya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara pribadi individu, lingkungan dan tingkah laku manusia yang tampak. Sekali lagi yang perlu diingat dari paradigma behavioris adalah interaksi antara individu dengan lingkungannya, sehingga proses belajar dengan mencontoh ini sangatlah berpeluang dalam mempengaruhi tingkah laku individu.

Teori belajar dengan mencontoh ini dapat dilakukan dengan modeling dan vicarious. Modeling merupakan proses belajar individu dengan menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan oleh orang lain sebagai model dengan melibatkan penambahan atau pengurangan tingkah laku yang diamati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif.

Vicarious classical conditioning merupakan modeling yang digabung dengan conditioning classic. Modeling ini digunakan untuk mempelajari respon emosional. Proses vicarious classical conditioning ini dapat dilihat dari kemunculan respon emosional yang sama dalam diri seseorang dan respon tersebut ditujukan ke obyek yang ada didekatnya saat dia mengamati model itu.

E. Pendekatan Belajar Behavioristik Menurut Para Ahli

1 Thorndike

Edward Thorndike

Edward Thorndike

Menurut Thorndike belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni
(1) hukum efek;
(2) hukum latihan dan
(3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon
(4) Contingency Management;
(5) Stimulus Control in Operant Learning;
(6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).

2. Clark Hull

Clark Hull

Clark Hull

Hull lahir di New York dan kemudian melanjutkan studinya di University of Michigan. Ia mempelajari matematika, fisika, dan kimia, dan ingin menjadi insinyur, namun ia terserang polio dan harus menyusun ulang rencananya. Ia beralih ke psikologi, mempelajari pandangan Watson dan Pavlov, dan tidak lama kedian ia menjadi profesor yang berpengarus di Yale. Pada tahun 1943, ia menulis buku berjudul Principles of Behavior. Penekanan hull adalah pada eksperimen, teori yang terorganisasi tentang pembelajaran, dan dasar dari kebiasaan (habit), yang menurut Hull hanyalah sekedar asosiasi dari stimulus dan respons.

Bagi Hull, makhluk hidup (biasanya tikus putih) me;akukan respons yang bertujuan menurunkan dorongan (drive) dalam dirinya. Respons-respons ini pada diri makhluk hiduplah yang menjadi stimulus-stimulus untuk respons- respons lebih lanjut, dan meletakkan dirinya antara stimulus (misalnya rasa lapar) dan respons (misalnya makan). Jadi bagi setiap contoh, tikus harus belajar untuk membuat berbagai perilaku tertentu untuk dapat melewati labirin, sebelum ia bisa mendapatkan makanan dan mengurangi dorongan laparnya. Jika diaplikasikan kepada manusia, hal ini menjelaskan bagaimana tujuan hidup (misalnya, menjadi kaya) dapat dipelajari, walaupun tujuan tersebut cukup tidak berhubungan dengan dorongan lahiriah (misalnya mendapatkan makanan yang bergizi). Tetapi semuanya tetap berasal dari dorongan dasar atau lahiriah-lapar, haus, hubungan seksual, dan menghindari rasa sakit.

Yang penting kita ketahui untuk memahami pendekatan pembelajaran Hull terhadap kepribadian adalah bahwa ia memberikan perhatiannya pada keadaan internal dari organisme selama pembelajaran berlangsung., walaupun ia tetap terfokus pada reinforcement yang disediakan oleh lingkungan. Hal ini memungkinkan adanya perkembangan lebih lanjut dari pendekatan pembelajaran yang lebih kompleks, alih-alih berfokus hanya pada stimulus dan respons.

3. Dollard dan Miller

Kelompok-kelompok penelitian yang sangat produktif dan berpengaruh ysng berasal dari berbaga macam latar belakang berkoalisi di Yale pada tahun 1930-an dan mereka sangat dipengaruhi oleh Hull. Salah satunya adalah Neal Miller yang memperoleh gelar Ph.D.-nya di Yale tahun 1935. Menariknya, Miller mengerjakan karya pascadoktornya di Vienna Institute of Psychoanalysis, dimna ia dibombardirkan ole hide-ide Freud pada masa kejayaannya di Eropa. Miller kemudian juga menjadi psikolog fisiologi yang handal. Dengna menyatukan latar belakang pendidikannya tersebut, Neal Miller mengerjakan penelitian mengenai reinforcement lingkungan pada tikus percobaan, seperti halnya seorang ahli behavioristik eksperimen; ia melanjutkan focus Hull mengenai dorongan internal, aik dalam hal fisiologi (misalnya seperti pada mekanisme otak) maupun motivasi. Lebih jauh lagi, ia mencoba memahami isu terdalam dari psike yang telah dikemukakan oleh Freud dan rekan-rekannya. Ia menetap di Yale hingga tahun 1966, sampai akhirnya pindah ke Rockefeller University dan menjadi pemimpin di bidang psikologi yang kontrol sadar dari proses-proses seperti detak jantung.
Di Yale, Miller bertemu dengan John Dollard, yang meraih Ph.D.-nya di bidang sosiologi di University of Chicago. Chicago pada saat itu merupakan pusat pendekatan antropologi dan sosiologi terhadap psikologi sosial, yang berfokus pada sifat dasar relative atau sosial dari diri manusia. Dollard juga pernah belajar rentang psikoanalisi di Berlin. Ketika Dollard dan Miller bertemu dan mulai berkolaborasi, mereka menunjukkan hampir semua tradisi penting yang relevan dengan pembelajaran kepribadian- aspek-aspek ego dan psikoanalisi, aspek-aspek antropologi dan sosial, aspek-aspek kognitif dan biologis, semuannya dalam konteks kerangka kerja perilaku dan pembelajaran. Sangat menarik untuk melihat apa yang muncul dari penggabungan ide dasar ini-sebuah pendekatan kepribadian yang disebut teori pembelajaran sosial.

Teori pembelajaran sosial menjelaskan bahwa kecenderungan kita dalam berespons dengan cara tertentu- disebut “kebiasaan”- disebabkan oleh apa ynag disebut sebagai hierarki dorongan sekunder. Sebagai contoh, andaikanlah bahwa anda dirampok dan dipukuli ketika anda berjalan dilorong yang gelap, and tidak hanya akan belajar untuk menghindari situasi semacam itu (mengingat rasa sakit yang anda derita), anda juga akan merasa cemas saat mengalami situasi serupa. Kecemasan yang dipelajari ini menjadi dorongan sekunder yang dapat menciptakan suatu perilaku baru. Anda dapat mendapatkan reinforcement (dan mempelajari aspek-aspek baru dalam kepribadian) ketika dorongan ini berkurang, seperti berjalan pada malam hari bersama dengan rekan yang anda percaya. Anda bahkan mungkin dapat belajar menikmati segelas anggur dengan rekan yang lucu ketika matahari mulai terbenam (jika hal itu dapat mengurangi kecemasan anda). Perhatikan bahwa rekan yang lucu tadi tidak akan dapat melindungi anda ketika anda dirampok dilorong yang gelap, namun sebuah hierarki respons telah terbentuk dari proses pembelajaran dan pengurangan dorongan-dorongan baru.
Dengan kata lain, bagi Miller dan Dollard, terdapat sebuah individu mempelajari suatu hierarki kemungkinan seseorang akan membentuk respons-respons tertentu pada situasi-situasi tertentu. Mereka menyebut hal ini hierarki kebiasaan (habit hierarchy).

F. Beberapa istilah dan konsep yang digunakan oleh pendekatan behavioristik dan pembelajaran

teori behavioristik

Referensi :

Agustiani,Hendriati. (2006).Psikologi Perkembangan : Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Refika Aditama

Atkinson, Rita L., dkk. 1999. Pengantar Psikologi Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Dakir. 1993. Dasar-Dasar Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Friedman, S.Howard; Schustack W. Miriam. (2008). Teori Klasik dan Riset Modern. jakarta: Erlangga.

http://psikologi.or.id

Lono Lastoro Simatupang. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Mahmud, Dimyati. (1989). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Muhibbinsyah.( 2001). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2002).Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka

Sobur, Alex. (2009). Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.

Tinggalkan komentar